Terkadang aku suka berpikir kenapa ya aku koq dilahirkan jadi anak nakal.
Semua orang bilang aku anak nakal, padahal aku nggak merasa jadi anak nakal.
Setiap tindakanku pasti dikomentari sebagai tindakan anak nakal, padahal menurutku tindakan itu biasa2 aja.
Bagaimana ya caranya supaya aku nggak dibilang orang lain anak nakal..???
Tapi se nakal nakalnya aku, aku masih punya banyak teman dan mereka koq fine2 aja ya main sama aku....???
Dan mereka semua sayang dan penuh perhatian sama aku.
Terkadang aku juga benci dengan orang2 yang selalu menganggapku nakal, sehingga aku berpikir begini : kalo aku tidak nakal toh mereka juga sudah menganggap aku anak nakal, jadi ya sudah aku mendingan nakal aja.
Trus gimana dong...??, apakah aku memang sudah ditakdirkan oleh Tuhan untuk menjadi anak nakal d dunia ini...???."
Ketika sedang mencari informasi pendidikan, tidak sengaja saya menemukan sebuah blog yang merupakan tempat seorang remaja menuangkan isi hatinya. Isinya berupa tingkah polahnya yang menjadikan orang-orang di sekitarnya : orang tua, tetangga, saudara, guru di sekolahnya pun sudah memberikan cap “Anak Nakal”. Dan masih di blognya pula ia menuangkan kenakalan virtual, bahkan memberi nama blog nakal. Namun ia sendiri ingin menanggalkan gelar “anak nakal” yang melekat padanya, sayangnya ia tidak tahu.
Memberikan label buruk kepada anak memang memiliki satu akibat buruk juga bagi anak tersebut. Seperti yang telah saya tulis dalam beberapa judul sebelumnya (lihat : Mereka Mengatakan Aku Pencuri, Maka Jadilah Aku Pencuri), olok-olokan, komentar buruk atau kemarahan bukanlah satu jalan untuk menyelesaikan atau menghentikan kenakalan anak.
“Dasar anak nakal.”
“Bandel amat sih kamu, dibilangin nggak nurut-nurut.”
“Awas ya, kalau nakal …”
Komentar seperti itulah yang justru akan menjadi boomerang bagi orang tua dan guru.
Pada mulanya, anak tidak mengerti, apa itu “n-a-k-a-l”? Ia hanya merasa yang ia lakukan adalah eksperimen, mencoba-coba tentang lingkungan sekitarnya. Namun jika si anak setiap saat mendapat komentar seperti itu akan terbentuklah konsep diri : AKU ADALAH ANAK NAKAL, karena semua orang memang mengatakan seperti itu padaku. Apanya yang salah dariku? Aku tidak tahu. Yang pasti aku adalah anak nakal, kata orang-orang itu.
Saya jadi teringat wawancara Oprah Winfrey dengan petinju terkenal, Mike Tyson dan Evander Holyfield. Mereka menjadi petarung tangguh, baik di atas ring atau pun di jalanan karena lingkungan yang membentuknya. Mereka menjadi anak berandalan dan pembunuh pun karena label yang di dapat dari lingkungan.
Hanya komentar saja tidak cukup, justru komentar itulah yang membuatnya terperangkap. Yang paling penting adalah komunikasi dan sikap yang tepat.
Bagaimana menyikapi seorang anak atau siswa kita berbuat yang kurang sesuai (kita menyebutnya ‘n-a-k-a-l’, padahal ia sedang bereksperimen)? Maka langkah yang harus ditempuh adalah, pahamkan bahwa ia bersalah. Apa yang harus dilakukan anak? Sebagai orang tua atau guru, tanamkan jiwa yang jantan : Aku mengakui kesalahan, maka aku minta maaf, aku siap menerima konsekuensi dan berjanji tak akan mengulangi. Untuk teknik berkomunikasi, silahkan baca artikel Cara Menyampaikan Kesalahan Pada Anak.
Terakhir, saya juga temui sebuah curhat dalam blog lain tentang tingkah polahnya sebagai remaja yang dianggap nakal :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar